Kisah di 3 Desember, semenjak Muharam ini.
Pagi ini, teramat cerah mentari memekakan mataku yang kurang tidur sejak saat peringatan International Day Kamis, 1 Desember. Malas rasanya bangun pagi, namun sabtu ini aku harus mandi pagi, sabtu yang biasanya aku malas untuk mandi pagi.
Semangat itu muncul, saat biru yang di hadirkan keluarga Kotak Biru membucah “Ayook Senyum” Pinta Senior yang biasa memanggilku Yuhri. Tentu saja aku harus kembali membuat senyum selaksa pelangi terbalik. Indah.
Semangat itu menggunung, saat sorak sorai riuh perserta TalkShow membawa tawa lebar, tentu saja aku tak mau merubah senyum mereka dengan lelah yang menyuburkan kesal, letih raga, dan capek raga. Hari ini cerah!.
Semangat itu makin kokoh. “Semangat Kak”, “Semangat A’”, Pesan singkat dari dua gadis yang aku sebut De’ meramaikan suasana hati selaksa kicauan burung yang memeriahkan keceriaan pagi. Seperti pagiku itu. Terimakasih De’ untuk pagi ini.
Tepat 08.30, aku pacu kuda besi milik cewek introvert dengan jargon “Semamprettt!!!”-nya menuju kampus 1 yang biasa aku sebut lobi hotel. Entah kenapa aku menyebutnya loby hotel?, sempit, penuh jubalan mahasiswa-mahasiswa. Tapi tentu bukan sempit yang kemudian menyempitkan hati serta wawasan para mahasiswanya. Jadi teringat nasehat Ayahku tempo hari saat aku mengeluh tentang kampusku sendiri “Sangkar boleh jelek, tapi burung harus bagus!”. Aku laju dengan modal “seadanya”, kenapa aku sebut seadanya dengan rasa takut tertilang?, karena aku sendiri baru tempo hari belajar memacu kuda besi, ditambah lagi SIM yang belum berhasil aku kantongi.
Siang itu penuh tawa, lelah terganti sudah saat keceriaan membuncah memenuhi hingg sudut-sudut tersempit ruang Audit. “TALKSHOW entrepreneurship through creative writing with Raditya Dika”, Banner yang bergelatung di panggug dengan biasan cahaya emas lampu yang menyorotnya. Memperindah pagi itu.
“Wah EDSA bakal makin gondes neh setelah Radit” ucap lelaki kurus penggemar kunang-kunang di tengah cekikikan para perserta yang semakin menjadi melihat aksi penulis comedian kambing jantan. Entah mereka sadar atau tidak perutnya yang sakit, karena lawakan-lawakan sang Radit. Belum lagi teriakan-teriakan histeris “Radit,,, Radiit,,, Radit,,”. Huffeettsss. Ramai, asyiik, seru, kocak, gokil, bahkan anarkis histeris (Lebai ah,,,) memenuhi tiap-tiap rongga mulut yang menganga lebar atau sekedar senyum kecil.
“Tulis aja apa yah loe bisa tulis, jelek bukan mesalah. yang penting nulis dari pada ga sama sekali lantaran tulisan loe jelek. Mengapa?, karena bisa aja ketika loe dah terlatih dan ngliat tulisan jadulmu yang jelek bisa kemudian loe perbaiki.” Kalimat yang berhasil aku ingat saat Penulis Manusia Setengah Salmon yang akan terbit tanggal 24 Desember besok di tengah kesadarannya. sisi agak bener tepatnya (Piss bang Radit, hehhehe).
“Dear Blog, hari ini aku ga punya ide untuk nulis, akhir-akhir ini tugas perkuliahan mulai numpuk, jadi ide pun ga tersita untuk mengerjakan tugas” atau “Dear Blog, Hari ini aku ga punua ide untuk nulis, padahal aku sudah banyak mempelajari tips-tips menulis”, “Nah itu bisa nulis, bisa jadi karena kalian ga puny aide untuk nulis malah kalian berhasil nulis walau sekedar share tips nulis” Celetuk-celetuk Pria kelahiran Jakarta, 28 Desember 1984.
“Hari ini kebanjiran artis” Ucap sekertaris II PH EDSA. “Siang Radit, malamnya Opick. Siang Gondes, malem insyaf.”. Tepatnya kata insyaf perlu di garis bawahi deh, kenapa?, karena yang ada Kita makin menggila di buat Uts. Wijayanto dengan lawakan-lawakan renyahnya yang di bilang mirip Amiin Rais oleh ibu penanya yang tadang jauh dari Kalimantan.
Sebelum EDSA merapat ke NADA dan DAKWAH, Saya lebih dulu hadir atas permintaan dari panitia penyelenggara rangkaian Milad UAD yang ke 51. Padahal sesampainya di tempat malah melongo tak karuan dengan Mas Sigit di sudut Green Hall yang membuatku iri. “Kampus ya minimalnya kayak gini, tertata rapih.” Celetukku membandingkan antara Kampus I (Lobi Hotel), Kampus II (Asrama), dan Kampus III. “UAD adalah miniatur pembangunan Inonesia yang tidak merata” Celetuk Senior yang pertama aku kenal di UAD. “Rektornya sama, tapi ko’ terkesan beda tiap gedung.”, “Aku ngitung loh tempat wudhu masing-masing kampus, dan yang paling dikatakan layak memang Kampus 3”, “itu hal yang terkecil yang bisa memberi pengaruh besar. Tempat wudhu lebih tersistematis, tentu manajemen juga bagus.”, “Rektor kitakan sama yah padahal, belum lagi yang katanya yang paling tua adalah FKIP, tapi ko’ mentang-mentang sepuh terus malas diurus.Dan di biarkan begitu saja layaknya bunglon yang merubah diri menjadi coklat terpengaruh usia.”
Demikianlah obrolan saat H-1 TalkShow. “Setidaknya kita ambil positipnya saja, boleh bangunan jelek tapi kita ga boleh ngeluh kemudian ogah menjadi mahasiswa yang prestatif, orang yang Besar berawal dari hal yang kecil, bahkan jauh menderita dari kita”. Kalimat penutup yang kemudian beralih ke obrolan TalkShow.
Kembali ke Green Hall “Kampus”, malam ini hendak aku persembahkan sesuatu untuk Nya (Allah, Alhamdulillah), Ayah, Ibu, Adik-adik, Kakak-kakak, Kalian, Kami, Kita, dan Mereka. Piala yang lebih mirip tongkat yang di kenakan di Film Bidadari, yang tentu sederhana dengan tulisan warna hitam, biru dan orange bertuliskan “Juara I MUSABAQOH TILAWATIL QUR’AN; CABANG: PUITISASI TARJAMAH QUR’AN TINGKAT MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN 1433 H/2011 M”, yang kemudian menjadi suatu yang berharga ketika Engkau meridhainya, Ayah, Ibu, Adik-adik, Kakak-kakak, Kalian, Kami, Kita, dan Mereka yang turut serta mewarnai kisah-kisah hidupku, baik sebagai Protagonis, Antagonis, Figuran, atau sekedar tokoh penggenti, tapi peran-peran itulah yang kemudian berpadu menjadi kisah yang indah. Tentu hal ini bukanlah apa-apa jauh di banding Allah, Ayah, Ibu, Adik-adik, Kakak-kakak, Kalian, Kami, Kita, dan Mereka.
Beberapa jam kemudian EDSA datang saat Opick menaki panggung, akupun bergegas merepat dengan “Keluarga Biru” menuruni anak tangga dari samping Perpustakaan. Kamipun larut nada-nada ilahi, dan sesekali tertawa lepas oleh humor ala Uts. Wijayanto.
Muharom ini, Tere-Liye, Trans 7, Radit, Lomba, Opick. Semoga menjadi jalan ihtiarku dalam pencapaian penghambaan yang Engkau Ridhai.
Alhamdulillahirobbil’alamiin.
Muhammad Zuhri Anshari
Muza elfarabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar