Selasa, 29 November 2011

HARI BERSAMANYA; RIZA, DINDA, HANY, HILDA, NADIA, DAN ERLIN



HARI BERSAMANYA;
RIZA, DINDA, HANY, HILDA, DINDA, DAN ERLIN

Siang ini agak kurang wajar, tapi Saya palingkan saja perasaan itu. Toh letih lagi-lagi puas mencengkram segala bebas yang Saya miliki. Grrrrrr!. Geram rasanya. Berjubal undangan rapat yang harus Saya hadiri asyik saja bertengger di HP jadul dengan ciri khas no space for new message, tanpa kompromi. Cuman tiga she, ga banyak. Tapi berat.

         Kantukpun datang laksana raksasa buas yang mencanduku dengan dongengan-dongengan indah saat perkuliahan. Wal hasil, interpretingpun tau apa yang di paparkan oleh Ibu Dosen di sudut ruang sempit itu. Sampai pada perkuliahan terakhir di hari ini, bukan kantuk seperti matSayaliah sebelumnya. Melainkan, bingung. Kenapa?, sms itu memintSaya kesana, kesini tanpa padu yang jelas. Menambah dongkol saja hari ini, tapi walau bagaimanapun harus Saya jalani. Harus!.

            Sampai pada putusan, “Saya pilih rapat KUI deh Han, urgen banget. Nebeng Kamu yah Han”, “Iyo jam empat kita ke kampus satu. Kamu ga Kuliah Study Islam po?” Timpal sahabatku, Hany Srihartaya, more than sahabat seh sebenarnanya. hehehe, bukan maho juga loh.

            Langsung deh yah, kelamaan neh. Anggap aja kuliah sudah selesai dengan diakhiri pengumpulan laporan Reading. Yup, lanjut. “Shalat sek, opo langsung kekampus satu ndul, trus shalat disana?” Tawarku pada Hany denga sok menggunakan logan Jogja yang ga Pasih. “Shalat disini aja ndul.” Tegasnya sambil merapikan jemper kesangannya yang sudah kehilangan warna asli, Saya sendiri tidak tau warna asal jemper itu, entah hitam yang kemudian menjadi coklat atau putih yang kemudian mencoklat, tau ah. Tapi bener, Jamper itu sudah setia banget Hany kenakan semenjak pertemuan pertamSaya dengannya di Hall Kampus dulu.

            Tuhkan, ngalor ngidul. Tapi ga papa ding, Lanjut. Seusai shalat, sSaya celanSaya bergetar. Rupanya nada sms mangajakku untuk segera lekat pergi, seperti pesan yang sedang Saya baca. “Segera merapat yah” Kurang lebih seperti itu kalau Saya bahasakan sms yang masuk barusan, tapi ini bukan sms dari KUI. Nah loh?, dari DeCo. Huffttt, “Maf ya Mas, Saya ga bisa datang di DeCo.” Ucapku saat menemui lelaki berkacamata itu.

            “Zuh, ke kos Hilda dulu yah. Ambil Flashdisk” Pinta Hany tepat di sisiku. “Okay, ga papa. Tapi KUI dah dikabari klo kita telat?” Tanggapku sambil merapihkan rambut yang mulai kucal. “Udah ko’, santai saja.”, “Sip.”

            Kampus yang tidak terlalu besar, jadi cepat saja beberapa menit kemudian sudah tepat di pipi jalan raya. Masuk gang, dan “Hilda,” Panggil Hany saat kami sudah tepat berada di mulut pintu yang menganga. “Masuk, masuk.” Jawab Hilda di dalam sana, “Okay”. Hany pun masuk keruang tamu, sementara Saya biasa duduk di sofa bambo yang terpajang di teras dekat pintu.
           
           “Zuh, masuk geh.” Pinta gadis yang termanja, Hilda. (Piss Hil, hehehe.), “Okay, bentar yah.” Jawabku sambil berdiri dan masuk ke dalam. “Zuh, lamaan yah. Flasnya ada di Erlin, dia mau kesini bentar lagi, Saya dah sms KUI juga ko’.” Terang Hany saat Saya baru saja menilik kamar petapaan Hilda. “Iya ga papa Han, Sayakan penebeng yang cukup tau diri, hehehe” CandSaya canggung, loh?. Iyalah,
            “Kalian minum dulu geh, habis ujan gini, masih agak gerimis juga noh” Tawar Hilda sambil melihat kearah pintu. “Yang anget loh Hil” PintSaya dan Hany kompak. “Mau yang mana? kopi?, teh?, atau susu?” Tawar Hilda yang kalahkan tukang angkringan depan kampus.

            Susu hangat ala Hilda sudah tersaji di hadapanku, begitu juga kopi hangat sudah tergendong di tangan Hany. Sementara Dinda asyik dengan film korea yang mulai membuatnya agak feminism. hehehe damai Din, (manis ko’, hehehe).

            Saya rasa aneh, mengapa?, ko Erlin ga juga dating-dateng, dan Hany malah ke kampus dengan alas an mau mengambilkan Helmetku di EDSA. Tapi tak Saya indahkan kejanggalan itu, asyik saja Saya menekan nut-nut TiPi, mainan baru fikirku. Saking asyiknya, Saya tak sadar klo Saya di tinggal sendiri di kamar. Biar sajalah, fikirku, toh suara canda mereka masih Saya dengar dari luar sana.

            “Selamat ulang tahun kami ucapkan” Suara itu mengagetkanku, iya siapa lagi kalau bukan mereka; Nadia, Hilda, Dinda, Hany, Riza, dan Erlin. MatSaya mulai terbelalak saat menatap kotak itu, kue gengan jejeran lilin diatasnya. Ternyata kejanggalan tadi adalah rangkaian dari acar ini, tebakkSaya sekenananya. “Ayook tiup lilinnya” Teriak gadis yang dulu sering Saya panggil Jenong, Erlin. “Ayok, Hilda dan Zuhri tiup lilinnya, ini untuk ulang tahun kalian.” Pinta Nadia.

            Betapa sore ini teramat indah, hari bersamanya, hari bersama Riza, Dinda, Hany, Hilda, dan Erlin. Tentu hari ini takkan menjadi sepesial, jika tidak ada kalian yang membuatnya special. Haru muncul memenuhi jiwSaya, teduh, tentram Saya menatap tawa kalian, tak ada lagi yang perlu Saya tSayati, dan tak lagi sepi.  Saya rindu, dan rindu itu terbayar lunas oleh hari ini. Senyum kalian, tawa kalian, canda kalian, ialah memoles biruku, bahagiSaya.
          
  Hampir saja air meleleh setelah sekian lama membeku, yah kita kebali, kita berhasil keluar dari titik jenuh yang sempat kita alami. Betapa sepinya akringan itu tanpa canda-canda kita dulu, tapi kemarin angkringan itu sudah mulai berwarna ceria.
            “Terus, pokoknya sampe lilinnya mati” Pinta Hany,
            “Iya, sampe lilinnya mati” Suara dari lima orang yang berada di hadapanku dan Hilda.

            “Ayokk terus!” Lilin itu sukar kami matikan, jikapun sudah mati, iya hanya mati suri. Cukup lama Saya dan Hilda menghabisi deretan-deretan lilin tersebut.
            “Ayok, potong kuenya,” Pinta Nadia.
            “Berdua loh, yang pertama yang paling special!”
           
“Ploookk” Cairan kuning itu mengguyur tubuhku, Telur. Sontak semua teriak, dan berlari kian kemari. Ceria, larut dalam tawa sampai akhirnya memberishkan kosan Hilda bersama. hahahhahah.
***
Saya belum make a wish loh tadi, kelupaan gara-gara niup lilinnya susah. Sekarang aja yah?, bolehkan?, boleh yah???, tapi sebelum itu, “Makasih yah Han, Za udah mau ngusahain ngajak si V. Tanpa dia, hari ini tetap indah, karena ada Kita.”, “Hilda, Nadia, Erlin, dan Dinda juga makasih banget yah. Kalian tak ada yang pantas Saya bilang cantik, tapi kalian manis. Manis yang selalu dirindu.” (Gombal nehhhh, wkwkwkkwk)

Pokoknya, kesepesialan kalian dalam hari-hariku tak mungkin bisa aku kisahkan. Semoga tulisan bermanfaat, sedikit memang dibanding kebeikan yang telah kalian beri untukku.
Sebelum aku akhri celotehan ini, Saya mau make a wish yah.
“Ya Allah, Semoga kami bertujuh Engkau ridhai dan Engkau beri tangguh sang Askabul Kahfi, Engkau beri indah selakasa makna TujuhMu”
Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar