Sabtu, 05 Maret 2011

Sejuk kebiruan pelangi


Muza elfarabi
Muhammad Zuhri Anshari


Ahh indah, sampai aku merasa dapat mengepakkan sayap dan tertawa riang bersama kecerian-keceriaan. Tiada lagi kesedihan, tiada lagi tangis air mata.
Kata telah memoles indah roman kehidupanku, hingga aku hampir menemukan diriku. Diri yang baru, tak lagi aku ingat kesakitan yang telah terjadi di kemarin hari. Tapi sekarang jauh dari warna yang cerah, semua pasi, pucat dan lusuh. Lalu demikian.
Beginikah caranya kamu membinasakan aku?, menanpakkan wajah berseri agar aku mau menjadikanmu yang terbaik, yang selalu aku sanjung, memujimu, meninggikanmu. Lalu  demikian kamu remukkan seisi ragaku yang telah kamu remukkan sebelumnya. Itupun karenamu!.
Aku menyanjungmu, tapi entah kehinaan makin menerkamku. Jauh lebih menyiksaku. Jauh lebih perih dari yang aku alami dulu. Selaksa kulit ini terkelupas lalu kamu siram dengan garam, lalu kamu memaksaku menelan natriun kedalam tubuhku. Dan “Duaarr!!”, habis sudah apa yang aku miliki, yang tersisa hanya aku dan serbuk-serbuk kehidupanku yang sudah tak saling menguatkan.
Aku kira kamu adalah yang terbaik, aku memberimu satu waktu setelah kamu hadir dalam kurun waktu dimasa lalu, aku memberimu sisa hidupku karena aku bermurah untuk memberimu satu tindakan yang aku yakini akan jauh lebih baik. Tapi kamu sirnakan aku untuk keduakalinya. Jauh nun aku dari keutuhan ragaku, hidupku serta nafasku. Aku tak tau sekarang siapa yang aku sebut aku. Karena kamu telah merampas aku dari diriku.
Yah, cinta. Iyalah penyebabnya.
Keduakalinya iya datang dan keduakalinya pula dia menyakitiku, lalu membinasakanku dengan dahsyatnya. Menyesal aku telah menemukannya. Karena ia ingkari semua yang ia katakan tempo dulu. Dasar cinta yang berhasil menghalusinasiku dengan sesosok gadis berwajah teduh itu.
“Kau berhasil cinta!!!, mengkadaliku dengan jelmaan gadis yang menawarkan aku ketenangan. Kamu hanya si sok berani tapi kamu sendiri terus berperisaikan kepengecutan. Aku benar-benar membencimu ”
Ini lebih dari penderitaan qays ataupun layla yang terpisah karena demi kehormatan keluarga. Tapi keduanya masih saling mendukung dan menopang. Tidak seperti aku. Ternyata benar indahnya cinta tak pernah aku miliki. Pasalnya aku telah membuktikannya tapi malah terkejang-kejang ragaku ragaku dibuatnya. Ah cinta brengsek. Kamu lenyap saja dariku.
Aku membencimu!!!.
Aku takkan lagi mengenalmu, apalagi untuk menyanjungmu. Cukup sudah aku yang telah kau buatku remuk menjadi debu. Tidak akan lagi-lagi, lebih baik aku bercumbu dengan kehampaanku sendiri, meski hina ataupun tak berdaya. Karena aku takkan mau lagi kamu tipu.
“Hai manusia, jangan sekali kamu menuduhku demikian. ”
“Apa yang bisa kamu katakan?”
“Yang demikian itu bukan aku yang sesungguhnya.”
“Ah jangan coba-coba untuk menghiburku dengan celotehanmu yang menidurkan aku dalam mimpi-mimpi yang tak ada ujungnya. Simpan saja pembelaanmu karena aku takkan lagi meraihmu”
“Boleh saja kau berkata demikian untuk kali ini, suatu hari kamu akan tau siapa aku.”
“Tak usah bilang nanti, sekarangpun aku sudah mengenalimu, cinta!. Yang kesekian kali membombardir seisi tubuhku.”
“Ya sudah aku pergi dulu”
“Sana pergi dan tak usah lagi datang padaku!!!”

Izal-pun terhenyak dari tidur siangnya, menghela nafas panjang untuk mengembalikan alam sadarnya yang tertinggal dalam mimpinya tadi. Wajah lusuh sejak dua hari kemarin, rasa sakit yang masih membalut erat di hatinya. Sampai-sampai masalahnya dengan cinta hanyut dalam mimpi. Seolah-olah masalah itu mencekalnya untuk bebas mengepakkan sayap kebebasannya.
Ia langkahkan kaki menuju tempat wudlu, dan menunaikan shalat Dzuhur. Setelah shalat, Izal-pun bersiap kekampus untuk menghadiri undangan HIMA.
“Kring,,,” Sebuah pesan singkat dari Ridwan, sahabatnya.
Assalm,
Gimana keadaanmu Zal?
Semoga Allah senantiasa menuntun kita dalam pencapaiaan sebuah Hakikat diri.
Amiin.
.
Wa’alaikum salam
Alhamdulillah jauh lebih baik dari kemarin,
Amiin.
Makasih ya nasehatmu kemarin, manjur juga.

Senyum kecil tersimpul dibibir Izal, meski tak begitu lepas. Namun lebih baik dari sebuah senyum palsu yang ia tunjukkan sebelumnya.
“Kring” Sebuah pesan bertengger dalam inbox, Pelangi. Pelangi, sebuah konotasi yang Izul berikan kepada gadis yang kini mengharu biru kehidupannya. Sebuah konotasi sekaligus sindiran yang cukup menggambarkan kekecewaan dihatinya. Sebuah pelangi yang hadir sebagai biasan setelah hujan, dan takkan hadir sebelum hujan. Ketika ia hadir, banyak orang mengaguminya, namun tak begitu lama ia menghilang saat orang-orang mulai menikmati kehadirannya. Tepatnya, ia selaksa seperti fatamorgana bagi Izal.
Asslam,
Maafkan saya Zal, aku tak ingin memutuskan uhuah kita.
Aku harap kamu ngerti di posisi saya dalam hal ini.

Wajah Izal tak lagi sesejuk tadi, setelah pesan pelangi itu memasuki inboxnya. Hadir ketidak sanggupannya untuk tersenyum, terlalu sakit dan kecewa yang dia rasakan. Ingin melupakan tapi malah membumerang dirinya.
Assalam,
Wan maaf aku tidak bisa hadir di HIMA yah.
Tiba-tiba saja aku tidak enak.

Sebuah pesan ia layangkan kepada Ridwan, sahabatnya yang kini sudah menunggu kehadirannya di ruangan HIMA bersama dengan rekan-rekan lain. Lalu Izal merebahkan tubuhnya dilantai. Dalam sebuah ruang hati ia menangis, berusaha mengubur segala kenangan yang tak berujung sebuah kesimpulan. Yang hanya tahun dan tahun bertambah tapi tak jua ia raih sebuah kesimpulan dari pelangi. Terkecuali kebekaman yang mendera hidupnya dengan sebuah kenyataan yang tak seirama dengan dirinya.
“Aku ingin hidup secerah mentari yang menyinar ditaman hatiku, Aku ingin seriang kicauan burung yang terdengar di jendela kehidupan, Aku ingin segala-galanya damai penuh mesrah membuat ceria, aku ingin menghapus duka dan lara melerai rindu di dalam dada” Sebuah nada dering Nasyid-jendela Hati, SAUJANA- yang mengusik kediaman Izal yang sengaja ia biarkan berdering panjang.
Semantara kegelisahan menggandrungi Ridwan yang sejak tadi menelepon Izal yang tak jua mendapat jawaban. Ridwan-pun mencobanya lagi.
“Tut,,, tut,, tut” panggilan ke-3 kalinya.
“Assalamu’alaikum Zal”
“Wa’alaikum salam Rid, maaf yah saya ga bisa hadir” dengan nada yang tidak bergairah.
“Zal, sudahlah ini sebuah keharusan yang harus dihadapi, ada ibrah untuk kita dari kejadian yang menimpamu yang bisa di jadikan hikmah serta referensi kehidupan kita kedepannya. Aku yakin kamu lebih faham tentang hal ini Zal, semoga Allah menentramkanmu dengan TakdirNYA yang teramat indah. Masalah kehadiranmu dirapat ini bukan masalah. Yang terpenting kamu lekas berlari dan mengejar cita-citamu yang jauh akan memberimu kesimpulan yang pasti. Okay sob, aku dan rekan-rekan merindukan keceriaanmu disini. Mereka heran dengan kemendunganmu sejak kemarin, tapi aku takkan memberi tahu mereka.”
“Sukron yah Rid, Semoga Allah membalas segala kebaikanmu dengan kebaikan yang melimpah ruah. Insha Allah saya hadir, belum mulaikan?”
“Iya, masih ada waktu 15 menit lagi. Perlu dijemput ga?”
“Boleh deh di jemput, hahaha” tawa Izal mulai hidup.
Lima menit kemudian Ridwan sudah berada dapan kamar kos Izal. Keduanya saling beruluk salam dan berjabatan erat.
“Sudahlah Zal, Allah sudah menyiapkan yang lebih baik buat kamu”
“Tenang aja sob, aku dah lebih kuat sekarang.”
“Syukurlah kalau gitu, udah ah brangkat yuk. Kalau telatkan bisa ditegur ma bang Izul, yang kepaksa mirip ma kamu itu. Biarpun letak keterpaksaan kemiripan itu pada sebuah nama panggilan tok –Izul dan Izal-. hahaha” celoteh Ridwan yang mencoba menghangatkan kebekuan.
“Ayo,,” sahut Izal sambil nylonong keluar.
“Kamarmu dikunci ga?, ntar almarimu ada yang ngegotong loh. hahah”
“di kuncilah, tapi kamu keluar dulu geh, pa mau aku biarkan kamu didalam dan aku kunci?” jawab Izal.
“Boleh aja seh, kalo kamu tega Zal. Tapi siapa yang akan nganter ke kampus?, sementara aku terkunci. Dah ah ayo brangkat”
Keduanya berjalan menerobos celah-celah angin, mesin motor-pun sudah dihidupkan. “Bismillahirrahmanirrahim”.
Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh
Sudah aku maafkan ko’. Dan uhuah kita tetap terjalin.
Tak usah fikirkan aku, Aku malah bahagia bisa menundukkan keinginanku untuk membantumu membaktikan diri kepada orang tuamu. Aku yakin calon yang diajukan orang tuamu adalah lelaki yang sholeh, yang hatinya selalu mengingat ALLAH.
Dan tentang masalah prasaan yang pernah hadir di hati kita, biarpun tak pernah ada kesimpulan pasti, setidaknya kita ambil kebaikannya. Yakni dengan tidak adanya kesimpulan itu kita jatuh dalam kata berpacaran. Aku bertrimakasih kepadamu, darimu aku bisa belajar pemahaman tentang sebuah arti. biarlah hal ini menjadi sebuah ibrah serta Hikmah bagi kita.
Maaf kalau konotasi PELANGI itu telah menyakitimu, tapi aku tau pelangi akan tetap indah. Semoga kelak kita mendapat kebahagiaan hakiki, cinta ALLAH untuk hambanya.
Wassalam,,,
Pesan balasan telah Izul kirimkan, wajahnya kini mulai merona seperti jauh hari. Aku mengharapkan ketentuanMU akan takdir hidupku ya Robb. Gumamnya dalam hati. Sesampainya di ruang HIMA yang ternyata rapat belum dibuka.
“Eh si Izal datang, bakal rame neh rapat” celetuk bang Izul selaku pimpinan rapat, Izul dan ridwan tersenyum. “Ayolah dimulai bang, entar rapatnya keburu basi” celoteh Izal pada si Abang Izul. “okelah kita mulai, rupanya bung Izal sudah tidak sabar”.
Rapatpun berlangsung lebih kurang 60 menit, dan seusainya “Kring,,” sebuah pesan memenuhi inbox, lekas Izal buka.
Jazakumullah sukron yah Zal,
Ngomong2 msih di jogja atau sudah di tanah kelahiran.?
.
Ma’a sukri,
Lagi jadi bang toyib neh di jogja. Alias msh betah di perantauan.
.
Wah ko’ mau jadi bang toyib?
Bknlebih tepat kan baridin?
.
Hahaha, iya neh. Pengen pulang, tapi mumpung masih semangat muda untuk bljarnya lagi tinggi jadi ya ga maslh jadi bang toyib, ataupun kang baridin. Hehehe.
Kapan neh acara pernikahannya, aku diundang yah, sebagai bintang tamunya. Hehe.
.
Iya, semoga mendapat keberkahan dari ALLAH untuk Izal, amiin.
Masih lama seh, okay jangan khawatir tidak diundang, nanti kalau ga diundang siapa yang mau menghabiskan makanan? Kalau bukan Izal. Heheh Afwan
.
Amiin, ah jadi malu. Itukan dulu, sekarang se sudah beda. Bukan hanya makanan. Eh afwan sudah dulu yah, takut calonmu cemburu gara2 kamu smsan dg aku. Lagi ada kesibukan jg seh,
Wassalam.
.
Wah ga’ sampe demikianlah, afwan ganggu kamu, beda yah kalo ma orang super sibuk, wa’alaikum salam.
Izal pun tersenyum lega setelah ber-sms ria dengan Pelanginya. Tepatnya gadis yang pernah singgah di hatinya. “Ternyata sekarang jauh lebih tentram, Syukurku atas ni’mat yang telah Engkau beri ya Robb. Maafku atas cinta yang aku anggap salah. Semoga takkan lagi ada cinta semu datang. Melainkan hanya cinta yang Engkau kehendaki”. Ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar