Tampilkan postingan dengan label Universitas Ahmad Dahlan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Universitas Ahmad Dahlan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Februari 2013

SEBUAH AZZAM DALAM MAGHLIGAI KASIH-MU, ALLAH



Muhammad Zuhri Anshari
Yogyakarta, 16 Februari 2013

MUQODDIMAH
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah.  Golongan tersebut ialah Pemimpin yang adil, Pemuda yang sentiasa beribadat kepada Allah semasa hidupnya, Seseorang yang hatinya sentiasa berpaut pada masjid, Dua orang yang saling mencintai kerana Allah,  keduanya berkumpul dan berpisah kerana Allah….” -Rasulullah SAW, Muttafaq ‘Alaih-

“Cinta itu adalah persaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia. Ia (cinta itu) laksana setetes embun yang turun dari langit. Bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlainan menerimanya. Ada kepada tanah yang tandus atau gersang. Dan ada pula kepada tanah yang subur” -Buya Hamka-

“Ketika mencintai seseorang, berlakulah selaksa Drainase yang memprioritaskan seberapa besar porsi cinta, kerinduan, cemburu, dan kasih sayang yang harus diberikan kepada orang yang di cintai agar tidak melebihi kecintaan mahluk kepada Sang Pencipta-Nya. Guna menjadi Insan yang bermanfaat, Cerdas Jasmani dan Cerdas Rohani” -Muhammad Zuhri Anshari-

Sebelum diijabkabulkan syariat tetap membataskan. Pelajari ilmu rumahtangga agar kita lebih bersedia menuju hari yang bahgia. Kau tahu ku merinduimu,
ku tahu kau menyintaiku. -Kasih Kekasih, Inteam-

    
Hilir mudik kendaraan silih bergati mengiringi perjalanan obrolanku dengan seorang teman yang aku kenal satu tahun yang lalu saat Musabaqoh Puitisasi Terjemah al- Qur’an. Seiring malam yang semakin pekat, bersamaan dengan itu obrolan larut dalam suatu hal yang menyangkut tentang taqdir. Jodoh.

“Mas, Kamu mau nikah muda ga?” Lelaki berkacamata itu membuka pertanyaan yang sangat membombardirku. “Nikah muda yah?” ulangku sekenanya. “Iya Mas nikah muda” Tegasnya lagi. Aku menarik nafas berlahan, saat itu pula senyum seseorang yang selama ini aku cintai menjelma menjadi sebuah kemantapan. Buru-buru aku hapus kehadirannya dalam fikiranku, aku takut nafsu keburu menelanjangi bayangan itu. Na’udzubillah. “Jagalah dia dengan cinta-Mu,” gumamku.
   
    “Mas, ko melongo.”, “Ehh iya, insya Allah setelah menyelesaikan Magister. Lebih kurang empat tahun lagi Dik” Jawabku sambil menengok dimensi nun jauh disana meminta persetujuan bayangan seseorang yang aku cintai. “Kalau saya setelah rampung S1 ini azam saya ingin menikahi dia, Mas”, “Ga terlalu dini Dik?” tanyaku. Senyap sesaat, aku lihat raut wajahnya mematikkan keyakinan.

    “Saya ga mau menodai dia Mas, bukankan cinta itu menjaga.” Jawabnya lirih, “Aku ingin segera menyempurnakan agama, dan aku yakin ini bukan sekedar nafsu saya. Justru saya termotivasi untuk lebih giat menuntut ilmu dan meningkatkan kwalitas ibadah saya untuk menyongsong pernikahan itu Mas”
Aku hanya diam mendengar rencana mulia itu. Aku jadi teringat penggalan syair Buya Hamka “Cinta itu ibarat embun yang jatuh ketanah. Ketika embun itu jatuh ditanah yang subur maka cinta itu membawa pada kebaikan.” Subhanallah. “Insya Allah dik, kalau niatmu sudah baik. Allah bakal ngasih yang terbaik buat kamu. Semoga kita ditangguhkan menjaga fitrah cinta-Nya yang Dia pinjamkan pada kita.”

    “Ohya Mas ada yang aneh, kemarin pas latihan, pas Mas cerita niat ke Gontor yang ternyata ga sampai itu, kemudian pas saya bilang semoga Mas ketemu dengan istri lulusan sana sebagai jawaban doa Mas yang ga bisa ke gontor. Nah, raut Mas langsung berubah loh. Reflek mengamini lagi. Kenapa hayoo?, jangan-jangan calonnya orang sana yah?”. Wah kali ini saya beneran di bom atom. Jegerr.

    Aku mencoba menarik nafas, sampai benar-benar kerinduan serta harapan itu muncul menjelma dalam cinta dan sanggup aku kendalikan. Semoga Malaikat turut mengamini. “Saya lagi dekat dengan seorang gadis, tapi dia bukan dari Gontor. Dia lulusan Pondok Pesantren Darussalam” jawabku. “Tapi Darussalam juga kan cabang Gontor Mas? Iyakan? Sitemnya juga serupa dengan gontor.” Tegasnya, “Benar, makanya kemarin saya mengamini” Tegasku sambil menelisik hati yang kini benar-benar dirundung kerinduan. Lulusan Gontor bukan syarat utama bagi perempuan yang akan aku nikahi kelak. Namun syukurku ternyata saat ini Allah memepertemukanku dengannya, seorang yang belum bisa aku sebut namanya disini. Pondok Pesantren Darussalam.

    Rindu ini kian bergulir, seiring putaran roda kendaraan yang aku tumpangi. Tak terasa, senyum tersimpul ketika aku teringat kalimat yang begitu kuat mendiami relungku, “Insya Allah akan aku jaga, Semoga Allah menjaga kasih sayang yang telah terbina diantara kita A’.” sebuah jawaban atas pernyataanku yang aku ajukan kepada seseorang dimana cintaku untuk manusia terpatri kepadanya “Bila kamu percaya kepadaku, jagalah janji dan kepercayaan ini. Namun jika kamu ragu, sungguh aku tidak ingin menyakitimu walau sedikitpun”.

    “Mas, ko’ senyum-senyum?” Tegur temanku ini, “Ga papa, seneng aja.” Jawabku sekenanya. “Emang kamu lagi deket ama siapa Dik?” tanyaku menutup percakapan sebelum turun dari kendaraan. “Sama tetangga kota asalmu Mas.”


Wallahu A’lam Bishshowab
Semoga Bermanfaat.

Senin, 11 Februari 2013

Ketika Syarhi al- Qur’an Kepentok Nashid



Muhammad Zuhri Anshari

Pagi ini, menjelang siang jam 11 tertanggal duabelas februari duaribu tigabelas. Di sebuah Auditorium Kampus 1 Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Ruangan yang sangat lebar untuk latihan dua kafilah seperti ini, Latihan Nashid (untuk akhwat) dan Syarhi al-Qur’an (untuk ikhwan).

Para lelaki mendapat tempat latihan ditengah gedung tersebut dengan tugas masing-masing. Ketiganya focus terhadap peran masing-masing sesuai formasi Syarhi al-Qur’an yang mereka sepakati.

Sementara di bibir pintu, alunan piano berdentum mempola irama syadu yang dimainkan oleh senior kami, serta tiga perempuan berkarakter suara yang berpadu harmonis mengalunkan lagu Rindu Rasul yang ditenarkan oleh Bimbo.

Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperiBerabad jarak darimu Ya Rasul
Serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surge
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Tiba-tiba diskusi kecil pun terjadi ditengah-tengah latihan Syarhi al- Qur’an. Ketiga lelaki itu rupanya terkesima dengan perpaduan unik vocal dan dentuman piano. "Bagus yah suaranya," ketiga lelaki itu sepakat dengan kwalitas suara tiga orang perempuan yang tengah asyik berkolaborasi.

"Ulangi, fals." Seru seorang instruktur sekaligus keyboardist group Nasid itu.
"Hah?" ketiga lelaki itu tercengang, ternyata suara yang mereka kira bagus itu masih kelihatan cacat oleh seorang instruktur musik.

"Ternyata setiap orang punya pendapat dan konsep tentang bagus dan jelek yah, relatif memang" Terang lelaki pertama berbaju lurik-lurik.
"Betul itu, Saya jadi teringat sebuah Film yang menceritakan bahwa orang yang cantik itu adalah orang yang gemuk. Kebanyakan kitakan punya konsep bahwa cantik itu yang berhidung mancung, Kuning langsat. Tapi dalam Film tersebut di balik," Jelas lelaki kedua berbaju ala Jokowi berwarna hitam.

"Nah hal itu terkait konsep yang kita yakini terhadap sesuatu secara umum," Timpal lelaki berbaju lurik-lurik

"Bener, ambil contoh. Misal kita hidup di tengah orang yang semuanya memiliki hanya satu tangan, kemudian hanya kita seorang yang memiliki tangan dua maka kita dianggap tidak normal, karena konsep orang normal di tempat tersebut adalah bertangan satu," Jelas lelaki berbaju ala Jokowi menimpali,

“Ada sebuah cerita nih biar kita ga kejebak ama baik buruk manusia yang bersifat nisbi. Ceritanya ada dua orang yang sangat jelek, dia dihina dan sangat diperlakukan tidak enak oleh lingkungannya. Sehingga pada suatu malam dia berdo’a kepada Sang Khalik. Dalam doanya orang itu meminta agar orang yang jelek menjadi orang yang bagus dan dikagumi agar tidak ada lagi yang terdholimi. Keesokan harinya orang tadi keluar rumah untuk beraktifitas seperti biasanya. Hal yang mengagetkan adalah ketika orang disekeliling mendapati lelaki jelek tersebut memiliki pesona ketampanan dan menjadi orang yang digakumi. Subhanallah.” Tutur lelaki berbaju ala Jokowi menggebu-gebu.

Ketiga orang tersebut setuju, bahwa baik atau buruk itu bersifat nisbi. Dan bisa jadi ini terkait dengan Fiman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 21:
“Belum tentu baik di mata Allah, ujar sahabatnya menenangkan seraya mengutip ayat dalam Al Qur'an. "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al Baqarah, 2:21). ”


Semoga Bermafaat