HARI BERSAMANYA;
Akankah Kisah Sejuk BiruMU Engkau Hadiahkan Lagi?
muza elfarabi (Muhammad Zuhri Anshari)
Suatu sore, senja keemasan yang indah di halaman buku hidupku
15 September 2011
UntukMu
Untukmu
Untuk kalian
Bismillahirrahmanirrahim
di bait pertama
Hanya Engkau Dzat yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih, Hidupku atas MU, Matikupun atasmu. Syukurku tentu takkan pernah sebanding dengan kisah-kisah yang Engkau hadiahkan dalam perjalan episode masaku, tentu Cahaya Mu yang hanya bisa mampu menuntuntuku melewati Labirin-Labirin usiaku.
Subhanallahiwalhamdulillah, Wallahuakbar.
Sang surya bersinar gagah, namun nampaknya remaja-remaja beralmamater orange tidak begitu asyik menyapanya. Belum lagi jenuh dan dongkol menyeruak seisi raga, menjadi sesak, dan berevolusi menjadi butiran-butiran kebencian terhadap senior yang meminta mereka untuk tetap sabar menyimak acara-acara pengenalan kampus.
“Siapa dia?” Teriak seorang remaja lantang menirukan yel-yel yang bukan milik prodinya. “Si, Sie Konsumsi” Jawab lantang segerombol remaja-remaja di bawah tenda. Mulanya yel-yel ini cuman iseng, namun nampaknya perut sudah memaksa pemiliknya untuk segera di beri haknya, maka timbullah expresi demikian. Hal ini sama persis dengan demo atau unjuk rasa ataupun pengistilahan lain yang menyatakan yngkapan protes, perlawanan, atau kekurang setujuan.
“Turun, Turun, Turun” Suara seperti serdadu menimpuki orator-orator seperti menggurui. Padahal isi orator itu sendiri sangat menarik jika dikemas dengan bahasa yang halus dan tidak sok angkuh.
Di tengah nuansa yang menikam kesabaran seluruh manusia-manusia yang memadati lapangan kerontang nan panas, sekelompok remaja asyik berbincang dengan pembimbingnya. Menceritakan pesan dan kesan, curhat, tanya jawab tentang perkuliahan sampai tanya jawab tentang mencari pasangan. Keadaan ini sebenarnya hal yang kurang layak ditiru, kenapa? adalah karena di panggung pertunjukkan tengah asyik beberapa mahasiswa-mahasiswa the best, namun hal tersebut tidak di indahkan oleh mahasiswa yang tengah menemui titik jenuh yang teramat beku lagi kaku.
Beberapa saat kemudian pendamping kelompok mulai naik ke dataran yang agak lebih tinggi, berbaur dengan Penanggung Jawab Kelas dan beberapa pendamping lain. Obrolan-obrolan ringan pun langsung mereka santap lahap layaknya makanan yang lezat.
Tiga Pendamping dari para pendamping lainnya, Rizal, Haris dan Izul, yang sering disebut 3 ediot, ataupun trio wek wek mulai menunjukkan aksinya. Korbannya kali ini adalah rekan mereka yang bertubuh kurus nan kering lagi terpendek diantara ketiganya. Dua dari mereka, Rizal dan Haris, lari kesamping panggung, meninggalkan satu rekannya ditengah terik kerumunan Pendamping yang lain.
Sesampainya mereka di samping panggung, mereka berbincang dengan seorang perempuan berkacamata dari prodi lain, entah apa yang mereka bicarakan. Namun sesekali mereka tersenyum dan mengatakan sesuatu kearah Izul yang Nampak melongo tidak faham. Hal itu berulang beberapa kali, sampai pada akhirnya Sang Ketua BEM-pun turut serta tersenyum kearah Izul. “Apaan sih anak” Gerutu Izul di bawah riuh ricuh MaBa-MaBa yang berkeluh kesah. Dengan lantang Izul melenggangkan kaki kearah kedua sahabatnya (Lebih kayak Keluaga sih) karena penasaran.
Sesampainya, “Ah ga berani luh” Sindir Rizal. “Berani” Jawab Izul sekenanya tak begitu faham. “Coba luh kasiin ini ke Fina” Pinta Rizal sambil menyodorkan sebuah cemilan kearah Izul di iringi senyum Haris yang sedikit misterius. “Apa neh maksudnya?, masa iya ngasihin ginian se?” Tanggap Izul bernada ngeles. “Yaudah aku yang ngasihin, tapi kalau saya berisyarat jempol, kamu harus mengacungkan jempol, sepakat?” Ucap Rizal menawarkan tawaran, “Hems, boleh deh.” Jawab Izul sambil menggaruk kepala yang tak gatal. “Tapi apa maksudnya Zal?” Tanya Izul yang sudah tak terdengar oleh Rizal yang sudah keburu melenggang kearah Fina.
“Sheila on Seven” Teriak Pembawa acara menginformasikan para MaBa, yang akhirnya memancing MaBa untuk menyerbu panggung, persis seperti orang yang hendak menerima sumbako. Atau semut yang menyerbu gula membuat petugas keamanan bergerak tangkas menertibkan masa yang sudah tidak sabar menyambut salah satu band terkenal yang berasal dari yogyakarta. Debupun berhamburan keatas, disusul dengan suara-suara komando dari panitia. Petugas kesehatan segera berhambur membawa masker untuk menutup mulut dan hidung. Rizal pun teralihkan, dia langsung meluncur kedepan panggung. Aksi angkat jempolpun gagal.
“Aku kesana dulu yah, kamu disini aja dulu” celetuk Haris setengah berlari mengikuti arah Rizal disertai senyum penuh arti kearah Izul. “Wah pada tega neh.” Izul membatin.
Keadaan semakin ruwet saat personil-personil Sheila menaiki panggung. Sesak, gaduh akan teriakan-teriakan nama sang idola. Begitupun Izul, beberapa lagu Sheila pernah memberi warna dalam langkah pemenuhan diri. Wajah Izul setengah kebingungan setelah ditinggal oleh kedua sahabatnya, hanya dengan Fina si Perempuan berkacamata yang baru dia kenal saat hari pertama ospek, dan dengan teman atau mungkin sahabatnya yang menenteng benda putih ajaib yang iya gunakan sebagai perekam gambar band favoritnya.
Lagu demi lagu di dendang syahdu membius menghapus wajah-wajah yang tengah dirundung kesal dan marah. Izulpun turut larut dalam lagu-lagu tersebut diiringi memori-memori bersama lagu-lagu tersebut.
“Yess, Hari Besamanya” Teriak Izul kontan meloncat riang. Lalu mulutnya mulai komat-kamit mengikuti syair-syair yang terus bersemilir seperti angin yang kemudian mengantarkan Izul pada memori yang belum lama iya alami bersama ke enam sahabatnya. Tiba-tiba dia merasakan rindu, rindu masa itu, rindu saat bersama. Hampir satu tahun yang lalu lagu ini menyimbolkan kenangan yang sungguh amat sangat bermakna. Kesejukan BiruMU.
Prambanan, gelap, kabut yang mencekam, pekat belum lagi menyaksikan wajah dengan raut duka yang mendalam. Keprihatinan membara mengisi darah yang merah,Izul amat ingat saat itu. Izul sendiri hampir tak dapat menggerakkan kakinya kala itu, beku menyaksikan duka yang melingkupi sekeliling Yogyakarta. Tapi senyum serta semangat yang di sodorkan keenam sahabatnya, membuatnya mencair. Dan dari hal itulah ketujuh Remaja sering bersama, seperti layaknya warna pelangi yang indah, yang akhirnya Izul tak lagi benci terhadap pelangi.
Pelangi adalah Sang Pembohong Besar, Ketika iya berhasil menarik ketakjuban manusia dengan asyiknya dia menghilang. Sama halnya habis manis sepah dibuang, habis mendapat pujian lalu pergi begitu saja. Tapi setelah hari itu dilewatinya, Pelangi adalah filosofi teridah. Mengapa? Karena ini menggambarkan manusia. Air, dan Cahaya adalah pembuat warna indah pelangi atas izin Dzat yang Maha Indah, Air menggambarkan ketenangan, ketentraman hati, kejernihan jiwa. Sementara Cahaya adalah Nur Ilahi yang di dialirkan oleh Allah kepada diri manusia. Jika manusia mempunyai Ketentraman hati, Kesejukan jiwa dan Nur Ilahi maka manusia itu akan nampak indah, manusia itu akan selalu dirindu oleh banyak orang, Nasehatnya selalu didengar, Tingkahlakunya selalu membuat orang nyaman berada didekatnya.
Lagupun usai diberengi usainya film dokumenter terputar dalam sudut terindah dalam labirin-labirin masa yang Izul miliki. “Apakah melalui Hari Bersamanya Engkau akan memberiku kisah berharga lagi, seperti halnya Best Buddies yang aku rindu dan sayang, andai kita disini menyaksikan bersama lagu yang secara langsung dinyanyikan oleh Sheila sambil memutar memori syahdu kita tempo dulu. Tentu aku akan sangat jauh bahagia bersama kalian, Apalagi ini bertepatan dengan bulan awal keakraban kita di 7 September tahun 2010 kemarin, apakah kalian ingat?, apakah kalian memiliki perasaan yang sepadan denganku?, aku rindu kalian, aku sayang kalian, karena kalian adalah bukan sahabat apalagi teman bagiku, melainkan kalian adalah keluargaku, keluarga yang selalu menginspirasiku, keluarga yang memberiku semangat-semangat baru, aku sayang kalian sungguh aku merindukan kalian. Apakah melalui Hari Bersamanya Engkau memberiku kisah yang berharga lagi?” Izul membatin.
“Kedepan panggung yuk” Ajak Izul kepada Fina dan rekannya sambil berlari kecil menerobos para MaBa setelah mendapati Rizal yang tengah asyik berjingkrak depan panggung. Namun mungkin ajakan Izul tidak terdengar cukup jelas, atau mungkin Fina dan temannya enggan untuk menerobos kesupekan para MaBa. “Eros yah” Pinta Fina memberi kode untuk memotret Idolanya diringi simpul senyum khas kepunyaannya. “Sip” ucap Izal yang terkubur oleh suara-suara teriakan histeris.
Betapa senangnya ketika posisi Izul sudah tepat berada di depan panggung, yang lalu kemudian dia dapati tangan Sang Vokalis Sheila, dan membopohnya saat merebah kearah riuh penonton. Namun dia merasa ada yang kurang, “Zal, Haris mana?” , “Dia di belakang panggung kayaknya”.
***
Dan hari ini adalah hari bersama kalian; Hany, Riza, Vinta, Ai, Para MaBaku, Mb’ Selva, Mb’ Siti, Mb’ Imah, Mb’ Uyung, Mb’ Ayu, Alin, Unul, dan kawan-kawan semuanya. Pertanyaanku tetap ““Apakah melalui Hari Bersamanya Engkau akan memberiku kisah berharga lagi?, Ya Robb”
Lahaulawalaquwwataillabillahil’aliyyiladzim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar