Malaysia,
tempat yang menjadi pilihan Hakim untuk mengajak Anah berbulanmadu. Suka cita
membubuhi perasaan Anah, itu artinya Hakim akan menyentuhnya setelah sekian
lama Hakim enggan menyentuhnya. Selain itu, berharap ini menjadi obat atas
kegundahannya ketika mengetahui orangtua kandungnya, yang kemudian mengajak
pasangan pengantin baru yang terjalin atas wasiat Pak Budiman, ayah Hakim dan
Basir. Perasaan Anah belum benar-benar nyaman dengan keduanya.
Basir
pun tercengang ketika Hakim mengabarkan bahwa ia dan Anah akan berbulan madu di
Malaysia. Kenapa harus di Malaysia?, dan menolak ajakan Pak Hari untuk
berhanymoon di Eropa?, mengapa memilih membayar sendiri untuk berhanymoon,
sementara Pak Hari siap menggratiskan selama berhanymoon di Eropa?. Ketegangan
adik-kakak pun mulai, sesaat sebelum berangkat Hakim yang pendiam mengajukan
teka-teki yang tentu saja menyulut rasa penasaran Basir selaku Wartawan muda,
“Iya! Ada sesuatu yang Kakak sembunyikan padamu. Dan juga almarhum Bapak.”
Terang Hakim pada Basir saat menunggu Anah berbenah.
Sampai
juga di Malaysia, setelah perjalanan panjang yang amat dingin. Tentu saja Anah
gundah setelah mendengar perdebatan Hakim dan Basir di mobil. Belum lagi Hakim
yang kelihatan aneh. Sesampainya di Kuala Lumpur, ternyata Hakim mengajak anah
ke Bangkok. Dan hal itu menambah keyakinan Anah bahwa apa yang dikatakan Basir
benar, Hakim merahasiakan sesuatu. Dan semakin kuat ketika Hakim mengatakan
“Anah…, segala akan terjadi jelas setelah kita tiba di Bangkok. Sekarang,
sebaiknya beristirahat…”. Cobaan apa lagi yang akan dia hadapi, sepanjang
perjalanan kembali kikuk.
Setelah
singgah di Stasiun Hat Yai, Anah mendapati nama Namlok Sarachipat dari Basir
ketika Anah menelepon, dan mengabarinya bahwa ia tidak sedang di Malaysia
melainkan sedang menuju Bangkok. Anah tersontak dengan nama itu, ia pasrah
kalau pada akhirnya akan duka yang mendalam dengan nama itu. Sementara Basir
gusar dengan kabar bahwa Anah dibawa Kakaknya menuju Bangkok, ia sudah menduga
bahwa Hakim akan mempertemukannya dengan Namlok Sarachipat yang merupakan
Perempuan yang Hakim nikahi semasa kuliah di Mesir. Hakim merahasiakan hal ini
dari keluarganya, namun Basir berhasil mencium gelagat Kakaknya. Pernikahan
Hakim dengan Namlok, Muallaf, tidak di ketahui keluarganya. Pernikahan mereka
di Naibi oleh dosen dan di saksikan rekan-rekan di kampusnya.
“Namlok
Sarachipat,” Anah langsung pada persoalan. Anah terguncang hatinya ketika
mendapati ucapan Hakim yang secara terang-terangan mengakui bahwa Namlok adalah
istrinya, bahkan Hakim dan Namlok sudah memiliki seorang putrid, Siti Aisyah.
“Jadi
itu alasannya, mengapa Kakak tidak pernah menggauli Anah?” Anah jatuh dalam
kepedihan yang amat mendalam. Namun ia sangat tegar, ia menyadari bahwa
kesalahn bukan sepenuhnya pada Hakim, bahkan tidak ada yang perlu di salahkan.
Hakim hanya tidak ingin membuat Ayahnya kecewa saat sakarotulmaut, begitupun
Anah.
“Iya,
Anah. Selain itu juga, Kakak tidak mencintai kamu. Kakak sudah menganggap kamu
sebagai adik kandung sediri,” dengan berat hati Hakim mengatakannya. Anah hanya
menangis. Hakim memang sudah berkata jujur, dan berhasil merobek hatinya hingga
remuk redam. Dan semakin sakit robekan itu ketika Hakim mempertemukannya dengan
Namlok. Hampir saja suasana memanas, namun dengan kesalihaan Anah perbincangan
ketiga orang itu berjalan sehat. Meski guratan luka semakin dalam, Anah tetap
tegar. Anah menyadari ini adalah ujian, dan bukti Allah sangat menyayanginya.
Pelajaran itu ia peroleh dari Bik Etik.
Basir
yang gundah menunggu telepon dari Anah, akhirnya terbayar juga. Anah menelpon
Basir setelah meminta izin untuk lebih dulu ke Hostel dan mempersilahkan Hakim
mengobati kerinduannya dengan Namlok dan Aisyah. Basir amat sangat kesal ketika
ia dapati anah menangis dan mengabarkan bahwa Namlok adalah istri sah Hakim.
“Anah
… aku malu sama kamu”
“Malulah
kepada Allah….”
“Aku
malu punya kakak pembohong seperti Hakim”
“Kamu
harus merasa ksihan pada Hakim”
“Kasihan
apa!”
“Hakim
sebetulnya lelaki baik. Suami yang bertanggung jawab. Ayah yang patut dicontoh”
Basir
berada di pesisir pantai, mencoba mengobati gundah yang ia rasakan. Walau
bagaimanapun ia masih mencintai Anah. Tau begini, ia tidak akan mengikhlaskan
Anah pada Kakaknya. Masalah bertubi-tubi menghampirinya. Kasus Dicky dan
Bapaknya yang berusaha menghancurkan keluarga serta bisnis Warisan Almarhum Pak
Budiman. Ditambah lagi wanita yang ia cintai menderita gara-gara ulah Kakaknya
sendiri.
Hakim
memboyong Namlok dan Aisah ke Indonesia. Basir pun mengamuk dan melabrak Hakim,
berkali-kali ia memukuli Kakaknya hingga terjatuh. Beruntung Anah berhasil
menenangkan Basir. Hakim mengeluh kesakitan pada dada kirinya, jantung.
Basir
segera membopoh tubuh Kakaknya untuk mendapatkan pertolongan UGD. Dan pada
akhirnya Basir di gandrungi persaan perdosa ketika Kakaknya tidak dapat
diselamatkan. Serangan jantung. Basir pun hilang arah, berlari kepantai dan
memprotes Tuhan. Beruntung subuh menyadarkannya bahwa apa yang dilakukannya
salah. Ia pun kembali kerumah dan mendapati Anah, Namlok, dan Aisah. Ia meminta
maaf dan menyesali perbuatannya. Anah dengan tenang “Ini cobaan buat kamu dan
aku” kepada Namlok yang tengah garang menggugat kesalahan Basir.
Namlok
memilih kembali ke Bangkok, dan Anah menghabiskan masa iddahnya di rumah
peninggalan Hakim. Di hari terahir Iddahnya, Basir menjenguk Anah. Ia seolah
tidak ingin lagi kehilangan orang yang dia cintai “Aku mencintai kamu, Anah!
Sejak dulu! Dan kamu tau itu”.
“Basir!
Aku ini istri kakakmu!”
“Itu
sudah lewat, Anah! Masa iddahmu selesai hari ini! Kamu bisa menikah lagi dengan
aku! Kita saling mencintai! Aku tahu, kamu juga masih mencintaiku! Itu tidak
bisa kamu pungkiri, Anah”
“Kamu
masih mencintaiku, Anah?” Basir mengulang pertanyaan.
Anah
terisak
“Jawablah”
“Atau
aku pergi sekarang juga!”
“Sampai
kapan pun aku mencintai kamu, Basir..,”. “Puas kamu dengan jawabanku?”
Akhirnya,
Basir pun melamar Anah, dan mau memotong rambutnya yang gondrong atas
permintaan wanita yang ia cintai sejak dulu. Kebahagiaan merekapun tidak
terhingga. Cinta dan ibadah menjadi pondasi kuat pernikahan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar