Minggu, 04 November 2012

BIARKAN AKU JADI MILIK-MU (GOLA GONG)



Malaysia, tempat yang menjadi pilihan Hakim untuk mengajak Anah berbulanmadu. Suka cita membubuhi perasaan Anah, itu artinya Hakim akan menyentuhnya setelah sekian lama Hakim enggan menyentuhnya. Selain itu, berharap ini menjadi obat atas kegundahannya ketika mengetahui orangtua kandungnya, yang kemudian mengajak pasangan pengantin baru yang terjalin atas wasiat Pak Budiman, ayah Hakim dan Basir. Perasaan Anah belum benar-benar nyaman dengan keduanya.
Basir pun tercengang ketika Hakim mengabarkan bahwa ia dan Anah akan berbulan madu di Malaysia. Kenapa harus di Malaysia?, dan menolak ajakan Pak Hari untuk berhanymoon di Eropa?, mengapa memilih membayar sendiri untuk berhanymoon, sementara Pak Hari siap menggratiskan selama berhanymoon di Eropa?. Ketegangan adik-kakak pun mulai, sesaat sebelum berangkat Hakim yang pendiam mengajukan teka-teki yang tentu saja menyulut rasa penasaran Basir selaku Wartawan muda, “Iya! Ada sesuatu yang Kakak sembunyikan padamu. Dan juga almarhum Bapak.” Terang Hakim pada Basir saat menunggu Anah berbenah.
Sampai juga di Malaysia, setelah perjalanan panjang yang amat dingin. Tentu saja Anah gundah setelah mendengar perdebatan Hakim dan Basir di mobil. Belum lagi Hakim yang kelihatan aneh. Sesampainya di Kuala Lumpur, ternyata Hakim mengajak anah ke Bangkok. Dan hal itu menambah keyakinan Anah bahwa apa yang dikatakan Basir benar, Hakim merahasiakan sesuatu. Dan semakin kuat ketika Hakim mengatakan “Anah…, segala akan terjadi jelas setelah kita tiba di Bangkok. Sekarang, sebaiknya beristirahat…”. Cobaan apa lagi yang akan dia hadapi, sepanjang perjalanan kembali kikuk.
Setelah singgah di Stasiun Hat Yai, Anah mendapati nama Namlok Sarachipat dari Basir ketika Anah menelepon, dan mengabarinya bahwa ia tidak sedang di Malaysia melainkan sedang menuju Bangkok. Anah tersontak dengan nama itu, ia pasrah kalau pada akhirnya akan duka yang mendalam dengan nama itu. Sementara Basir gusar dengan kabar bahwa Anah dibawa Kakaknya menuju Bangkok, ia sudah menduga bahwa Hakim akan mempertemukannya dengan Namlok Sarachipat yang merupakan Perempuan yang Hakim nikahi semasa kuliah di Mesir. Hakim merahasiakan hal ini dari keluarganya, namun Basir berhasil mencium gelagat Kakaknya. Pernikahan Hakim dengan Namlok, Muallaf, tidak di ketahui keluarganya. Pernikahan mereka di Naibi oleh dosen dan di saksikan rekan-rekan di kampusnya.
“Namlok Sarachipat,” Anah langsung pada persoalan. Anah terguncang hatinya ketika mendapati ucapan Hakim yang secara terang-terangan mengakui bahwa Namlok adalah istrinya, bahkan Hakim dan Namlok sudah memiliki seorang putrid, Siti Aisyah.
“Jadi itu alasannya, mengapa Kakak tidak pernah menggauli Anah?” Anah jatuh dalam kepedihan yang amat mendalam. Namun ia sangat tegar, ia menyadari bahwa kesalahn bukan sepenuhnya pada Hakim, bahkan tidak ada yang perlu di salahkan. Hakim hanya tidak ingin membuat Ayahnya kecewa saat sakarotulmaut, begitupun Anah.
“Iya, Anah. Selain itu juga, Kakak tidak mencintai kamu. Kakak sudah menganggap kamu sebagai adik kandung sediri,” dengan berat hati Hakim mengatakannya. Anah hanya menangis. Hakim memang sudah berkata jujur, dan berhasil merobek hatinya hingga remuk redam. Dan semakin sakit robekan itu ketika Hakim mempertemukannya dengan Namlok. Hampir saja suasana memanas, namun dengan kesalihaan Anah perbincangan ketiga orang itu berjalan sehat. Meski guratan luka semakin dalam, Anah tetap tegar. Anah menyadari ini adalah ujian, dan bukti Allah sangat menyayanginya. Pelajaran itu ia peroleh dari Bik Etik.
Basir yang gundah menunggu telepon dari Anah, akhirnya terbayar juga. Anah menelpon Basir setelah meminta izin untuk lebih dulu ke Hostel dan mempersilahkan Hakim mengobati kerinduannya dengan Namlok dan Aisyah. Basir amat sangat kesal ketika ia dapati anah menangis dan mengabarkan bahwa Namlok adalah istri sah Hakim.
“Anah … aku malu sama kamu”
“Malulah kepada Allah….”
“Aku malu punya kakak pembohong seperti Hakim”
“Kamu harus merasa ksihan pada Hakim”
“Kasihan apa!”
“Hakim sebetulnya lelaki baik. Suami yang bertanggung jawab. Ayah yang patut dicontoh”
Basir berada di pesisir pantai, mencoba mengobati gundah yang ia rasakan. Walau bagaimanapun ia masih mencintai Anah. Tau begini, ia tidak akan mengikhlaskan Anah pada Kakaknya. Masalah bertubi-tubi menghampirinya. Kasus Dicky dan Bapaknya yang berusaha menghancurkan keluarga serta bisnis Warisan Almarhum Pak Budiman. Ditambah lagi wanita yang ia cintai menderita gara-gara ulah Kakaknya sendiri.
Hakim memboyong Namlok dan Aisah ke Indonesia. Basir pun mengamuk dan melabrak Hakim, berkali-kali ia memukuli Kakaknya hingga terjatuh. Beruntung Anah berhasil menenangkan Basir. Hakim mengeluh kesakitan pada dada kirinya, jantung.
Basir segera membopoh tubuh Kakaknya untuk mendapatkan pertolongan UGD. Dan pada akhirnya Basir di gandrungi persaan perdosa ketika Kakaknya tidak dapat diselamatkan. Serangan jantung. Basir pun hilang arah, berlari kepantai dan memprotes Tuhan. Beruntung subuh menyadarkannya bahwa apa yang dilakukannya salah. Ia pun kembali kerumah dan mendapati Anah, Namlok, dan Aisah. Ia meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Anah dengan tenang “Ini cobaan buat kamu dan aku” kepada Namlok yang tengah garang menggugat kesalahan Basir.
Namlok memilih kembali ke Bangkok, dan Anah menghabiskan masa iddahnya di rumah peninggalan Hakim. Di hari terahir Iddahnya, Basir menjenguk Anah. Ia seolah tidak ingin lagi kehilangan orang yang dia cintai “Aku mencintai kamu, Anah! Sejak dulu! Dan kamu tau itu”.
“Basir! Aku ini istri kakakmu!”
“Itu sudah lewat, Anah! Masa iddahmu selesai hari ini! Kamu bisa menikah lagi dengan aku! Kita saling mencintai! Aku tahu, kamu juga masih mencintaiku! Itu tidak bisa kamu pungkiri, Anah”
“Kamu masih mencintaiku, Anah?” Basir mengulang pertanyaan.
Anah terisak
“Jawablah”
“Atau aku pergi sekarang juga!”
“Sampai kapan pun aku mencintai kamu, Basir..,”. “Puas kamu dengan jawabanku?”
Akhirnya, Basir pun melamar Anah, dan mau memotong rambutnya yang gondrong atas permintaan wanita yang ia cintai sejak dulu. Kebahagiaan merekapun tidak terhingga. Cinta dan ibadah menjadi pondasi kuat pernikahan mereka.

Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar