Minggu, 01 April 2012

Simfoni Biru di Kotak Biru


19 Januari 2012
Opening EnglishVaganza Part II
Malam ini, banyak yang ingin aku tulis tentang Kita, Manusia Biru. Tapi lagi-lagi jamari ini kaku ketika harus menulis apa yang ingin aku tulis. Hingga aku putuskan menulis apa yang bisa aku tulis di paragraph pertama tanpa memilih diksi yang tepat ataupun kalimat yang menyerupai pujangga yang tersohor.
Bismillahirrohmanirrahiim,
Aku tau ini bukanlah akhir dari kisah "Biru". Tapi akan mungkin menjadi akhir bagiku bila jam pasir tinggal selambai tangan sementara aku tidak bisa membersamai "Kakak" disisa KotakBiru.

#Ayoo, sugesti lagi "Aku Sehat!!!, Aku Kuat!, Aku ingin melihat wajah-wajah tangguh!"

Lahaulawalaquwwataillabillahil'aliyyil'adziim.
Malam ini, baru aku mengerti mengapa kalian menangis di malam yang sama seperti malam ini. Sementara waktu itu aku hanya menatap heran, “Ko’ pada nangis si?,” Demikianlah batinku di satu tahun lalu di malam yang sama. Tapi kini?, Pertanyaan yang aku ajukan tempo dulu terjawab dengan lelehan hangat airmata. Cengeng?, Bukan.
EDSA, Aku terjebak…
Kembali satu tahun lalu, P2K. Aku sangat ingat, aku duduk paling depan dengan penuh antusias menyimak kegagahan serta kebiruan EDSA, tayangan demi tayangan memabukkanku hingga berambisi untuk bergabung dengan EDSA. Study Club, Fikirku.
Ketika stiker berwarna coklat yang kemudian kini tertambat di ujung atas almariku dibagikan, sekonyong-konyong aku tengadahkan tangan persis seperti pengemis sekarat yang melihat sekatung berlian. Seusai tabur “berlian” itu usai, sagera aku mengirim sms, ke orang yang sudah aku kenal untuk yang pertamakalinya aku kenal di UAD secara SKSD, sebagai bukti aku sangat tertarik dengan “Study Club” itu.
“Di tunggu ya di EDSA office, Blue Box” Balasan sms dari kontak yang aku beri nama Mas Faisal Abidin UAD yang tidak aku sangka bahwa yang mendatangi kamarku malam itu adalah salah satu Manusia Biru yang kini nampak gemilang di mataku.
Teh Anisa Alfeirsia, nama kedua yang aku kenal dengan SKSD. Dari Teh Annisa-lah aku mengerti apa sebenarnya EDSA itu, “EDSA itu sama kaya OSIS kalau di SMA mah” kiranya seperti itulah kalimat yang dia sodorkan tentang pengertian EDSA. “Ohhh, bukan studyclub yah?, salah perkiraan dong brarti.” gumamku kala itu yang sengaja tidak aku kalimatkan.
Mengetahui EDSA adalah OSIS, tidak membuatku luntur ataupun patah arang untuk tidak bergabung di EDSA. Toh aku udah terlanjur jatuh cinta pada kesan pertama dengan EDSA, adakah aku yang tertipu atau terjebak karena ternyata EDSA bukan studyclub, tetap saja aku harus maju. “EDSA melalihkan P2K-ku”.
A’ inu, orang ketiga yang aku kenal SKSD. Berawal dari dia membaca puisi ketika P2K yang lalu kemudian aku sok deket, “Mas besok-besok baca puisi bareng yuks”. Tapi ga kesampaian juga sampe sekarang, hehehe. Dari dia juga aku tau banyak tentang celuk-beluk EDSA.
We are here, UAD
Hany, orang yang aku anggap keluarga dekat (Iyakan Han?). Dengannya aku mendaftarkan diri di EDSA dan berH2C (Harap-harap Cemas) Bersama selama seleksi EDSA yang lumayan ketat, pesertanya saat itu mencapai angka seratus, semantara yang akan di terima hanya 15 orang. Hampir-hampir aku, dan Hany pesimis diabuatnya, tapi tekad sudah bulat. “Kita harus Lolos EDSA”.
EnglishVaganza Part I
Selain Hany, ada juga Khusnul (Teman kelas Besar dulu yah?, sekarang?) yang juga ternyata ikut mendaftar. Erlin yang juga teman seP2K turut mendaftar di EDSA. Alin, yang tadinya cuman kenal di FreMo (Friendship and Motivation) ternyata ikut mendaftar. Dina juga yang waktu seleksi DeCo bareng, eh malah ikutan daftar juga. Setelah melalui tahap pengakuan, ternyata Kita tertipu, terjebak.
Kembali di hari-hari biru kita,
Aku bertemu dengan sosok yang Lucu, Besar, Berkacamata miring di Divisi TI. Patria Handung Jaya, seorang koor yang bisa dikatakan sangat baik, namun sayang dia ga mau membagi lemaknya untuk kami di divisi yang sampai sekarang badan kami makin kerempeng dan kecil. Entah memang gizi yang kami makan terserap oleh koor kami, atau mungkin system pencernaan kami yang terhubung ke lambungnya secara kasapmata.
TI, Talents and Interests. Kekeluargaan itu bermula. “Aku ngrasa aman kalau ada Mas Handung” Tutur Suharini membuka kediamannya yang membuat kita tertawa lepas tanpa beban. Dari sinilah aku kultuskan EDSA –dalam diriku sendiri- bukan organisasi, melainkan keluarga. Kekeluargaan itu bertambah kental dengan sebutan Bunda, Panggilanku kepada Mb’ Nela Kusumaningrum. Di tambah, Mas Handung (Kasur) , tempat bersandarku dan A’ Inu kalau manja lagi kambuh, atau di saat hendak baringan. Dan dia dengan lapang menerima kepala ini tergolek di Pahanya yang melebihi besar kedua pahaku. Berbeda dengan Erlin, atau si keriting -tepatnya si gadis alay yang ngaku dirinya paling cantik- Panggilan “Deddy” untuk Mas Handung, dan “Mummy” Untuk Bunda yang semakin menambah kekeluargaan tanpa harus ada hubungan sedarah. TI, EDSA.
Indahnya Berbagi
Dan akhirnya aku terjebak dalam jebakan terindah, lebih dari sekedar studyclab yang aku dapati di Kotak Biru, melainkan pelajaran kehidupan. Pelajaran kehidupan yang amat sangat berharga. Hal ini sangat aku rasakan di ujung desember kemarin di Rumah Mb’ Risvita Rahayu, pelajaran kehidupan itu terjejer satu-satu, entah berapa sks jika semua cerita itu di mata kuliahkan. Dimana airmata bukan lagi aib, melainkan kekuatan yang amat sangat besar dan berharga. Dalam, dalam, dan semakin dalam kisah-kisah kehidupan yang aku dapati malam itu. dan aku merasa betapa sangat beruntungnya malam ini bersanding dibawah teduh malam yang bertemaramkan rembulan, belum lagi hening yang seolah menuansa diri tenggelam dalam hangat nan kenikmatan yang semakin membuncah.
Semalam sebelum 19 Januari 2012
Semakin takut ketika mendekati tanggal 19 Januari 2012, bukan karena komposisi yang tersisa ataupun formasi yang tidak tepat, melainkan takut jika rindu ini esok hari tidak mampu aku kendalikan, dan aku kehilangan guru agung yang mengajarkan berbagai pelajaran kehidupan. Untuk sekedar meyakinkan “bisa” saja, aku masih sangat susah kala itu.
19 Junuari 2012 pun tuda
Dan malam ini terjadi, 19 Januari 2012, ketika kami di jejer di hadapan Kakak-Kakak yang baik. “Kalian takkan tergantikan Kakak-Kakaku, Semoga Allah memberikan keberkahan untuk kita semua. Aku percaya Kakak adalah orang yang baik, tubuh ini siap menjadi saksi kebaikan serta ketangguhan Kakak-Kakak sekalian. Maaf kalau ada kata yang sempat melukai hati Kalian”
Hari ini, 20 Januari 2012,
Hari dimana pertamakalinya Rapat tanpa ada Kakak Sekalian. Sangat jauh berbeda, keakraban itu masih kami bangun sedikit demi sedikit sebagaimana Kakak-Kakak ajarkan pada kami. Kami harus belajar, belajar, dan belajar. Kami takkan menyiakan kepercayaan yang Kakak berikan untuk kita bersepuluh. Kami tidak akan membiarkan pelajaran yang telah Kakak bagi kami taruh begitu saja, melainkan akan kami bagi tentang bagaimana Belajar Pelajaran Kehidupan.
Satu April duaribuduabelas
            Benar apa yang Kakak katakan, “Kita tidak meninggalkan kalian, boleh jadi secara organisasi kita sudah lepas. Tapi tidak untuk hubungan kekeluargaan kita, kelian tidak perlu takut untuk tidak bisa berbuat sesuatu yang hebat tanpa Kita, pasti akan ada adik-adik baru kita yang hebat. Yakinlah, Kalian akan bisa menemukan hal yang hebat itu, serta kebahagian bersama dengan cara kalian dan adik-adik baru kita.”
            Haru mengingat kalimat itu, tapi itu sungguh terjadi. Kalian memang tidak pernah meninggalkan kami dengan adik-adik baru kita. Bahkan aku hampir lupa dengan apa yang aku takutkan setelah di tinggal Kalian secara organisator.
Upgrading, Senam yuukk!!!
            Mas Aflah, yang selalu akrab menemui adik-adik baru kita. Yah sekedar untuk bercanda atau bahkan “menjaili”, tapi hal itu berguna. Semakin akrab. Tidak kalah juga Mas Handung yang suka ngobrol berdua dengan Si Kriting Erlin, yang sering nengok atau sekedar mencari teman untuk makan.
            Mb’ Mel juga yang terkadang numpang ngeCes HaPe tuanya, setua usianya (Piss Mb Mel, yang anggun n feminism yah. Hehehehe.). Entah memang beneran ngeCes atau sekedar alasan untuk pulang ke kotak biru, karena dia kangen dengan kita (Kita juga Ko Mb’. Hehehe). Teh Anisa juga, walau sekedar download.
Green Hall, Birunya Kita.
            Nah ini, Mas Faisal. Master of Gondeser. Akhir-akhir ini sering galau (Sabar ya Mas, jodoh ga kemana ko’. Hehehehehhe *ga nyambung), Semoga lulus sesuai target ya Mas. Dan juga kakak-kakak lain yang tidak di sebutkan disini, bukan maksud diskriminasi, tapi karena tidak muat, Mas Handung sudah “Makan Tempat” soalanya. Heheheh.
Sore tadi,
Lelah, letih, kesal menyatu serta mengakar setiap sendi. Namun, tawa serta canda masih tetap renyah untuk di santap saat senja menyuguhkan rasa lelah bagi tubuh. Hal ini lagi-lagi membuatku lupa terhadap ketakutanku seusai “Domisioner”. Tawa, Canda masih sanggup meramaikan kotak biru, bukan hanya itu saja sebenarnya. Rasa kesal juga sanggup mengajarkan kami untuk tumbuh dewasa, seperti apa yang Kakak ajarkan kepada Kami.
Iwan, salah seorang yang mendapat slogan “disconnecting people” yang sore tadi berhasil membuat perut sakit karena ulah kepolosannya. “Sitdown Comedy”. Yah anak yang satu ini terkadang menjadi bahan “candaan” yang asyik, di karenakan kepolosannya.
Usai Sepeda Santai, Reborn your spirit by ngepit.
Sore ini, Iwan cukup filosofis, entah itu terilhami dari hasil debate swingteam-nya melawan Iwak Peyek?,  Atau karena ada Iqbal? (mungkin), atau karena Ms. Nuno?, atau jangan-jangan terilhami oleh orang yang berada di sampingnya? (Khusnul), atau mungkin dia berhasil menyerap ilmu dari Dina yang mengakibatkan sore ini dia (Dina) Nampak lesu?, atau jangan-jangan karena ada Mb’ Mel?. Kayaknya karena Iwak Peyek deh. Hahahah (Ngawur). Atau mungkin karena malam sebelumnya Iqbal dengan menggebu-gebu menyemangati dengan filosofi “Batu, dan Air”-nya, Atau karena terilhami Putri dengan “Kerja Ikhlas”-nya. Yah, apapun filosofinya, kita tetap Keluarga. Hahaha.
“Saya ambil Hikmahnya, biar kesel, cape, lelah” Ucap Iwan dengan khas polosnya yang kemudian disambut dengan tawa manusia-manusia biru tanda sepakat atas kalimat Iwan barusan. Benar memang, semua ada hikmahnya. Hikmah dari “Domisioner” adalah Kita semakin menjadi keluarga yang tidak perlu menjadi pribadi-pribadi lain, karena dengan adanya Kita seperti ini komposisi Rumah Kita semakin kokoh.
Lelah, namun senyum itu pasti.
            Kabar gembiranya, ternyata Suharini semakin jago ngomong, padahal sebelumnya dia adalah orang terpendiam di EDSA, namun rupanya kebersamaan yang Kita lalui membuatnya lebih jago angkat suara di banding sekedar diam. Tidak hanya Suharini sih, ternyata tadi sore aku berhasil ngobol singkat dengan Yuli “The Next Suharini” (Kayaknya). Aji juga akhirnya dia berhasil mencintai lawan jenis (kalau yang ini cuman goyon. Hahahha.) Sayang dia lagi sakit hari ini (Lekas sembuh ya Ji, jangan nyerah untuk menyebar proposal dan mencari anak Rohis. Hahahaha.), dengan Ibu Penalaran juga yang sedang sakit, Rini Setiani (Anak-anak pada kangen tuh, lekas sembuh yah).

Usai Seminar Nasional-EDSA!!!!
            Yah banyak sih warna-warna baru di kotak biru, namun semua sepakat untuk menyerukan warna biru, memang masing-masing pribadi mempunyai warna yang berbeda. Biru bukan sekedar warna, tapi ini merupakan ungkapan keindahan, keindahan yang tercipta dari komponen, serta warna yang berbeda.
Aku Sayang Kalian
            Au Neko, kata Alin yang juga ternanya berhasil melewati masa galaunya. Sebenarnya ini juga “Hikmah” ENGLISHVAGANZA Part II she, telah kita ketahui bersama saat Futsal kemarin. Bisa kita anggap bahwa ini merupakan perkembangan positip dari pertambahan usianya. Iya kan Lin? (Hahah). Kayaknya aku mesti banyak belajar dari Alin, dan Pa Ustat Aji neh, walau bagaimanapun aku juga harus bisa melewati masa galau ini dengan cepat dan tepat. Kalau kata ibu ketua mah “Ketika orang rain hanya belajar lima, kita harus berani belajar sepuluh”, aku tambahin deh “belajar unlimited” juga. (Apaan…)
Gethering di Rumah Mb' Vita-Inilah kita-
            Kembali ke Au Neko, kata apa sih?, aku juga ga tau?, tapi yang jelas kata itu memberi pengertian bahwa Aku Sayang Kalian. Di saat aku butuh kata yang orang sebut itu cinta, di sinilah aku mengerti, bukan cinta yang orang lain maksud yang aku butuhkan, melainkan cinta yang kemudian di terjemahkan dengan kata Au Neko yang aku butuhkan saat ini.











Kita, Manusia Biru.